TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Begitu kans Gubernur Jakarta Joko Widodo atau Jokowi akan maju pencalonan presiden dalam Pemilu 2014, ditambah pertemuan dengan sejumlah tokoh bakal calon presiden dan wakil presiden, kritik mengikutinya dari belakang.
Dari mereka ada mengkritik secara vulgar dengan menyebut Jokowi sebagai kutu loncat. Ada yang mengkritik secara halus, agar Jokowi tidak terlena dengan permintaan partai dan tetap memimpin Jakarta, dan ada yang tegas meminta Jokowi tidak maju.
Peneliti senior Center for Strategic and International Studies (CSIS) J Kristiadi menilai masuknya kritik terhadap Jokowi yang digadang-gadang akan maju dalam pencalonan adalah hal wajar. Menurutnya, sudah saatnya kritik ditujukan untuk Jokowi saat ini.
"Itu harus dilihat sebagai kritik yang baik, agar Jokowi tidak terlena. Dan biar dia tidak jadi megalomania. Saya kira publik harus memulai kritik terhadap kepemimpinannya, supaya tidak mabuk," ujar Kristiadi usai diskusi di YLBHI, Jakarta, Rabu (24/7/2013).
Kristiadi menambahkan, menjelang 2014, nama Jokowi sudah masuk perbincangan politik. Wajar jika dia menjadi komoditi bagi partai di luar PDI Perjuangan yang ingin menggaetnya sebagai capres atau cawapres dari calon partainya.
Saat ini, Jokowi tak bisa disetop. Elektabilitasnya menjadi tinggi. Secara kepemimpinan, Jokowi produk partai yang membuktikan mampu berhasil di daerahnya saat menjadi Wali Kota Surakarta bersama wakilnya FX Hadi Rudyatmo (kini menggantikan Jokowi).
Begitu juga ketika menjadi Gubernur Jakarta, didampingi wakilnya Basuki Tjahaja Purnama, bisa dikategorikan sebagai pemimpinan yang mampu mengeksekusi program. Itu semua harus dibarengi dengan kritik membangun.
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment