SRC:www.antaranews.com
Menlu RI Marty Natalegawa (FOTO ANTARA)
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Marty M Natalegawa mengatakan, dalam memahami kaitan dan nalar dinamika perkembangan baru kawasan, miskalkulasi dan mispersepsi adalah ancaman bagi stabilitas di Asia-Pasifik.
Siaran pers Kementerian Luar Negeri yang diterima ANTARA di Jakarta pada Senin, menyebutkan Marty -didampingi Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Yuri O Thamrin, Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik AM Fachir, Staf Ahli Menlu Bidang Ekonomi, Wahid Supriyadi- menyampaikan hal tersebut saat menerima kunjungan 10 wartawan Australia di Gedung Pancasila Jakarta, Senin.
Keamanan kawasan, penanggulangan penyelundupan dan terorisme menjadi topik pembicaraan Marty dengan wartawan Australia itu.
"Australia adalah mitra penting dalam pembentukan arsitektur kawasan," kata Marty, "Dinamika perkembangan di kawasan pun tidak perlu dilihat dan ditanggapi dalam perspektif dan mentalitas perang dingin."
Terkait dengan persoalan di Laut Cina Selatan, tempat Filipina dan Cina bersitegang, Marty menjelaskan bahwa pada saat ini, penggunaan kekuatan tentara bukan lagi penyelesaian.
Ia merujuk pada upaya nyata ASEAN dalam mewujudkan kerja sama di Laut Cina Selatan, dengan kesepakatan "Guidelines on DOC" pada 2011.
ASEAN dan Cina menjajagi pembentukan Perilaku Kawasan (COC). Terkait dengan itu, Cina memiliki keinginan besar untuk ikut dalam pembentukan COC, yang akan menjadi landasan bagi sejumlah kerja sama ASEAN dengan RRC. Sarana itu, menurut Marty, dapat mengurangi miskalkulasi dan mispersepsi di Laut Cina Selatan.
"Namun, guna meredakan ketegangan itu, Indonesia akan terus mengupayakan komunikasi intensif, namun informal, dengan menteri luar negeri kedua negara tersebut," kata Marty.
Menurut dia, kemitraan Indonesia-Australia dalam membangun arsitektur di kawasan telah pada tahapan maju. Dengan pertemuan "dua tambah dua" Menlu dan Menhan Indonesia pada Maret dan kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Juni, dapat dikatakan bahwa hubungan Indonesia-Australia memiliki sejumlah ruang untuk mengembangkan kemitraan.
Saat menyinggung masalah penyelundupan manusia dan "pendatang gelap", Marty menekankan bahwa hendaknya itu disikapi secara bijak.
"Tidak ada gunanya menyalahkan negara asal atau negara singgah para pendatang gelap. Tidak bijak juga mengembalikan pendatang tersebut," katanya.
Dikatakannya, seluruh negara terlibat, baik negara asal, singgah maupun tujuan, harus duduk bersama untuk memecahkan masalah pendatang gelap dan penyelundupan orang. Pemanfaatan forum "Bali Process" dalam hal ini adalah penting.
Marty juga menyampaikan pandangannya terkait "Indonesia kecil di Australia dan perjanjian hukuman teralih. "Perlindungan warga negara di luar negeri adalah perhatian utama Indonesia," kata Marty.
Mengenai perang terhadap terrorisme, Marty menuturkan bahwa terrorisme bukan perang dengan permulaan dan akhir. "Itu bukan perang, melainkan upaya terus menerus dan berkelanjutan. Kita tidak dapat memastikan kapan siklus ini berakhir," kata Marty, "Namun kita dapat bangga bahwa Indonesia berhasil membawa pelaku terrorisme ke pengadilan."
Marty juga menyambut upaya pemerintah Australia melonggarkan peringatan perjalanan bagi masyarakatnya untuk berkunjung ke Indonesia. Itu diharapkannya meningkatkan kunjungan warga Australia ke Indonesia.
Di ujung pertemuan itu, wartawan kawakan Australia Greg Sheridan dari "The Australian" menanyakan tentang cara menyikapi Indonesia baru, yang berkembang pesat dan menjadi salah satu kekuatan ekonomi di dunia. "Yang terbaik adalah datang. Saya secara pribadi sangat yakin melihat yang akan terjadi pada tampilan politik luar negeri Indonesia," kata Marty.
"Indonesia akan terus menjadi pembangun jembatan, penyelesai masalah dan pemimpin baik, bukan dalam kaitan sebutan kekuatan tengah, tapi negara dengan kemampuan semesta," kata Marty.
Sepuluh wartawan Australia itu didampingi Wakil Dubes Australia untuk Indonesia David Enggel. Mereka adalah Greg Sheridan (The Australian), Paul Ramadge (The Age), Paul Whittaker (The Daily Telegraph), Michael Stutchbury (Financial Review), Clive Mathieson (The Australian), Helen McCabe (The Australian Women`s Weekly Magazine), Amanda Wilson (The Sydney Morning Herald), Chris Uhlmann (ABC), Ashleigh Gillon (Australia TV), dan Karen Middleton (SBS TV).
(M016/B002)
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment