Ibaratnya, Posisi Jokowi "Terjepit"...

Bookmark and Share

http://ift.tt/1flB3qY SARI AZIZA Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto (menggunakan safari) dengan didampingi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (menggunakan baju betawi). Mereka bertemu di Kantor Kementerian PU untuk membahas proyek enam ruas jalan tol dalam kota, di Jakarta, Rabu (9/1/2012).


JAKARTA, TERKINISEKALI.BLOGSPOT.com - Pengamat tata kota Universitas Trisakti, Nirwono Joga, menilai Gubernur Jakarta Joko Widodo berada dalam kondisi terjepit soal pembangunan enam ruas jalan tol. Pasalnya, proyek itu dilaksanakan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang juga telah tertuang dalam salah satu Peraturan Daerah DKI Jakarta. Jokowi jelas tak bisa membatalkannya. Nirwono menjelaskan, proyek itu diusulkan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) pertama kali tahun 2005 silam. Fungsinya untuk membelah kemacetan di tengah Jakarta, mengingat jalan tol yang ada di Jakarta sebagian besar memiliki rute melingkar. Hanya satu jalan tol yang berada di tengah, yakni Tol Dalam Kota, MT Haryono-Gatot Subroto."Setelah perdebatan panjang banyak pihak, akhirnya proyek itu masuk ke dalam Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Jakarta 2030 pada era Foke," ujar Nirwono kepada TERKINISEKALI.BLOGSPOT, Kamis (20/2/2014) kemarin. "Artinya apa? Karena itu sudah tertuang dalam Perda, gubernur mana pun setelah Foke tidak bisa membatalkan proyek. Maka itu, saya ibaratkan posisi Jokowi saat ini sedang kejepit," lanjutnya. Di satu sisi, lanjut Nirwono, Jokowi punya pemahaman bahwa penambahan ruas jalan hanya akan mengakomodasi kendaraan pribadi saja dan akhirnya tidak akan menyelesaikan kemacetan. Oleh sebab itu, kuncinya adalah memperbanyak transportasi massal serta memperbaiki manajemen trayeknya. Namun, di sisi lainnya, ia yakin Jokowi tak berdaya di depan pemerintah pusat sehingga proyek senilai Rp 42 triliun itu mau tidak mau disetujui. Dikutip dari berbagai sumber, proyek itu disebut-sebut adalah bentuk kerja sama antara Indonesia dan Jepang. Diketahui, studi kelaikan proyek dilakukan di Jepang dan dibiayai oleh JICA, perusahaan konstruksi asal Jepang, sejak tahun 2005 hingga tahun 2007. Disebutkan, JICA telah menghabiskan banyak dana untuk studi kelaikan sehingga proyek itu harus segera dikerjakan. Tahun 2012, Kementerian PU menetapkan PT Jakarta Toll Road Development (TRD) sebagai pemenang proyek. Penetapan itu menuai kritik karena tidak transparan dan dilakukan saat ingar-bingar Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta. Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagyo, mengatakan, pembangunan jalan di Jakarta hanya akan mengorbankan rakyat kecil dan menguntungkan pengembang. Ia mencontohkan proyek Jalan Layang Non-Tol (JLNT) Casablanca-Tanah Abang, Jakarta. Agus menduga proyek tersebut didorong pengembang pusat perbelanjaan agar jalan di depan mal-mal mereka tidak macet. "Sama halnya sama enam ruas jalan tol. Pesta pora banget itu para pengembang yang dilewati. Sementara rakyat gimana? Banyak yang digusur buat jalan, enggak punya mobil malah nambah jalan dan sebagainya. Ini kebijakan enggak berpihak ke rakyat," ujarnya. Jokowi diuji Nirwono mengatakan bahwa Jokowi masih bisa membuktikan diri ke siapa dia berpihak. Apakah menambah kendaraan pribadi yang berujung pada macet atau menambah transportasi massal yang aman dan nyaman di DKI Jakarta, yakni dengan menunda kelanjutan proyek enam ruas jalan tol tersebut."Untungnya di Perda itu tak disebut, proyek itu harus dibangun secepatnya. Artinya, Gubernur Jakarta masih bisa menundanya. Alasan penundaan ya sebut saja proyek itu belum mendesak, Jokowi milih mengadakan transportasi massal. Jika demikian, Joko tidak melanggar. Justru kalau batalin, dia salah," ujar Nirwono. Terlebih lagi, lanjut Nirwono, Jakarta sebagai ibu kota NKRI memiliki undang-undang soal kekhususan kotanya. Artinya, Gubernur DKI berhak untuk tak memberikan izin proyek pihak mana pun. Hanya, kata Nirwono, Jokowi memang perlu diuji, dia berani atau tidak. Sebelumnya diberitakan, proyek enam ruas jalan tol direncanakan dimulai pertengahan 2014. Enam tol itu ialah Kampung Melayu-Kemayoran (6,6 km), Semanan-Sunter (melalui Rawabuaya) (22,8 km), Kampung Melayu-Duri Pulo (melalui Tomang) (11,4 km), Sunter-Pulogebang (melalui Kelapa Gading) (10,8 km), Ulujami-Tanah Abang (8,3 km), dan Pasar Minggu-Casablanca (9,5 km). Pada awal kepemimpinannya, Jokowi sempat menolak proyek itu dan lebih berkomitmen memperbanyak transportasi masal. Namun, belakangan, Jokowi menyetujui izin pembangunan itu.


Loading...

{ 0 comments... Views All / Send Comment! }

Post a Comment