SRC:www.antaranews.com
Presiden Amerika Serikat Barack Obama (FOTO ANTARA/REUTERS/Kevin Lamarque )
Camp David, Maryland (ANTARA News) - Presiden AS Barack Obama memberitahu para pemimpin G8 dalam pertemuan di Camp David Presiden Suriah Bashar al-Assad harus meninggalkan jabatan.
Ia menunjuk Yaman sebagai contoh bagaimana "peralihan politik berjalan baik di sana", kata Gedung Putih, Sabtu (19/5) waktu setempat, lapor Reuters.
Para pemimpin Kelompok Delapan (G8), di dalam pernyataan yang menyimpulkan pembahasan mereka, mendesak semua pihak di Suriah agar mematuhi komitmen mereka berdasarkan rencana perdamaian bersama PBB-Liga Arab. Kesepakatan tersebut "meliputi penghentian segera semua kekerasan guna memungkinkan peralihan politik pimpinan rakyat Suriah yang mencakup banyak pihak menuju sistem poilitik demokrasi banyak pihak".
Ben Rhodes, Wakil Penasehat Keamanan Nasional Obama, mengatakan pusat perhatian saat ini mengenai pemberian akses bagi pemantau PBB dan dipertahankannya gencatan senjata telah mengalihkan perhatian dari masalah mendasar di Suriah. Ia menyatakan masalah mendasar di sana ialah Bashar --yang ayahnya memerintah negeri itu sebelum dia-- telah "menyerang pemrotes selama 14 bulan".
PBB memperkirakan sebanyak 9.000 orang telah tewas sejak rakyat Suriah memulai protes pada Maret 2011, ketika kerusuhan yang menggulingkan para pemimpin di Mesir, Tunisia dan tempat lain menyebar ke seluruh Afrika Utara.
Kesabaran Washington terhadap Bashar sudah tipis, katanya.
Sementara itu Bashar mengatakan ia akan mematuhi rencana perdamaian PBB-Liga Arab tapi telah gagal mengakhiri kerusuhan. Presiden Suriah tersebut menuduh teroris sebagai pelaku serangan baru-baru ini di ibu kota Suriah, Damaskus, dan tempat lain.
"Komitmen kami ialah kalian tak bisa menyelesaikan masalah ini hanya dengan pemantau dan gencatan senjata. Kalian memerlukan proses politik yang responsif dari rakyat Suriah, sebab jika tidak kalian takkan bisa menyelesaikan masalah ini," kata Rhodes sebagaimana dikutip Reuters --yang dipantau ANTARA di Jakarta, Ahad pagi.
Ia menyatakan para pemimpin G8 --dari Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Rusia dan Kanada, ditambah Amerika Serikat, yang menjadi tuan rumah pertemuan puncak-- membahas selama makan malam mereka Jumat (18/5) bagaimana peralihan politik dapat berlangsung di Suriah.
"Kami tetap khawatir dengan hilanya nyawa, krisis kemanusiaan, dan pelanggaran serius dan luas terhadap hak asasi manusia di Suriah," demikian antara lain isi pernyataan para pemimpin G8. "Penggunaan kekuatan yang membahayakan nyawa rakyat sipil harus dihentikan."
Sementara itu Rusia, yang sendirian di antara kedelapan pemimpin G8, telah mendukung Bashar dan menentang sanksi yang lebih keras.
"Sebagian orang mungkin suka atau tak suka terhadap pemerintah Suriah, sebagian mungkin memiliki pandangan yang berbeda di Suriah, tapi orang tak bisa menghindari pertanyaan --jika Bashar al-Assad pergi, siapa yang akan menggantikan dia?" demikian pertanyaan dari Mikhail Margelov, anggota parlemen dan pembantu Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev.
"Kami percaya krisis Suriah tak bisa ditangani dengan kapak. Orang mesti menanganinya dengan sepasang penjepit," katanya.
Menurut pernyataan G8 tersebut, para pemimpin menyambut baik penggelaran misi PBB dan "mendesak semua pihak, terutama pemerintah Suriah, agar sepenuhnya bekerjasama dengan misi itu. Kami dengan keras mengutuk serangan teroris baru-baru ini di Suriah". (C003)
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment