Jokowi 'Raja Pesta' dan Mimpi Arie yang Berkelir

Bookmark and Share

JAKARTA, TERKINISEKALI.BLOGSPOT.com - DKI Jakarta kota pesta. Kalimat tersebut nampaknya cocok meng gambarkan wajah Ibu Kota terkini di bawah kepemimpinan Gubernur DKI Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama. Baru setahun menjabat, lebih dari 40 acara berbasis kesenian dan kebudayaan diselenggarakan. Sebut saja mulai Jakarta Night Festival atau malam muda-mudi, Jakarnaval dan sederet acara lain yang menyedot masyarakat. Kondisi tersebut membuat sang pelaksana, Arie Budiman sebagai Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jakarta, merasa puas. Mimpinya menjadikan Jakarta sebagai pusat hiburan masyarakat tidak hanya lokal, melainkan nasional dan juga internasional, semakin berkelir. Konsepnya membangun kota dengan ideologi kebudayaan dan dengan paradigma pariwisata diterima dan diakomodasi dengan baik oleh gubernur beserta wakilnya. Lantas, bagaimana cerita pria dengan pendidikan terakhir bergelar Doktor di Universitas Padjajaran, Bandung, jurusan Manajemen Bisnis tersebut melakukan tugasnya? Apa bedanya dengan era gubernur dan wakil gubernur sebelumnya? Serta apa saja kendala dalam mewujudkan mimpinya?



TERKINISEKALI.BLOGSPOT.com/FABIAN JANUARIUS KUWADO Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (dua dari kanan) dan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Arie Budiman (kanan) menghadiri acara Jakarta International Performing Art di Monumen Nasional, Sabtu (29/9/2013).


Berikut petikan bincang-bincang TERKINISEKALI.BLOGSPOT dengan Arie Budiman, beberapa waktu lalu di kantornya.


- Apa konsep pariwisata Jakarta yang bapak tawarkan ke gubernur dan wakil gubernur yang baru ini?


Persepsi saya, membangun kota ini, ideologinya kebudayaan dan paradigmanya yakni pariwisata. Konsepnya simpel, bagaimana membangun titik-titik turistik di kota ini, dari yang terkecil hingga dalam skala besar.


Misalnya trotoar saja, kalau tidak nyaman, tidak aman, masyarakat mana mau berjalan di sana. Padahal kalau kita tata, kita kasih tukang jualan yang manajemennya bagus, pasti akan menarik orang untuk berkunjung. Pariwisata adalah bagaimana akumulasi service yang terbaik dalam melayani manusia. Kota ini akan selalu menjadi tempat pertemuan manusia, karena manusia di seluruh dunia bergerak dengan segala motivasinya.


Misalnya motivasi bisnis, liburan, sekolah, berobat dan sebagainya. Nah, di tujuan-tujuan itulah titik turistik tadi harus ada. Semua harus difasilitasi, mulai dari jalan raya, trotoar, (pedagang kaki lima (PKL)-nya, tempat tinggal dan lain-lain.


- Apa strategi bapak sebagai Kadis Pariwisata dan Kebudayaan Jakarta untuk mewujudkan konsep besar tersebut?


Jakarta, tidak lepas dari Indonesia yang tidak lain adalah keberagaman. Strateginya adalah gimana mengembangkan, seperti yang Gubernur sering katakan, pembeda antara Jakarta dan lainnya, membangun city branding. Salah satunya melalui konteks festival berbasis kebudayaan, ya pesta -pesta itu. Mulai dari musik, seni rupa, tarian tradisional, seni kontemporer, yang kelasnya tak cuma lokal atau nasional, tapi juga internasional.


Kongkretnya, ada stakeholder yang kita dorong. Komunitas seniman, pelaku-pelaku industri budaya, industri pariwisata. Dampaknya bukan hanya pengembangan kebudayaan, tapi juga sebagai generator ekonomi utama kota Jakarta. Bayangkan, kalau ada sebuah festival atau acara kan dari kelas kaki lima sampai hotel berbintang bergerak semuanya jadi bagian dari aktivitas itu.


Jika semua sudah stabil, akan menjadi faktor penarik orang-orang datang ke Jakarta, nikmati Jakarta dengan pesta-pesta yang digelar. Dampaknya signifikan pasti ketika skalanya kian lama kian besar. Saat ini saja, Jakarta sudah masuk ke dalam 10 besar destinasi pesta kota-kota dunia, sejajar sama New York Amerika Serikat, Bangkok Thailand, Singapura, Paris Prancis dan beberapa kota lain.


- Adakah perbedaan konsep antara kepemimpinan gubernur dan wakil gubernur DKI era sebelumnya dengan yang saat ini?


Pak Jokowi dan Pak Ahok lebih kongkret. Mereka lebih cepat. Khususnya Pak Jokowi, beliau saya rasa memang ahli di bidang ini. Mimpi-mimpi saya di bidang budaya dan pariwisata di Jakarta paling tidak menjadi berkelirlah. Ha...ha...ha... Konsep-konsep saya diterima dengan baik oleh beliau-beliau semua.


- Kembali ke soal Jakarta sebagai Kota Pesta. Apa hasil terkini dari beragam festival dan acara yang sudah digelar selama setahun terakhir?


Saya paling suka bicara angka, sekarang. PAD (pendapatan asli daerah) Jakarta meningkat cukup signifikan. Tahun 2011 sebesar Rp 2,178 triliun, tahun 2012 naik lagi menjadi Rp 2,642 triliun dan di semester pertama tahun 2013, jumlahnya sudah menyamai setengah PAD dari tahun 2011, yakni sebesar Rp 1,713 triliun. Target kita tahun ini Rp 2,9 hingga Rp 3 triliun.


Dari mana saja uang itu? Ya dari aktivitas budaya dan pariwisata tadi. Jumlah kunjungan wisata asing kita sangat berkembang pesat. Tahun 2011 ada 2.003.944 jiwa, tahun 2012 ada 2.125.513 jiwa dan tahun 2013 (hingga bulan Agustus) ada 1.502.986 jiwa. Paling banyak itu turis asal Malaysia, China, Jepang, Singapura dan Korea Selatan.


Sementara, kunjungan wisatawan domestik cenderung stabil. Tahun 2011, ada 26.760.000 jiwa, tahun 2012 ada 28.880.000 jiwa. Tahun 2013 (hingga Agustus) ada 16.800.000 jiwa. Itu baru semester awal, gimana akhir tahun.


Nah, saya usul ke Gubernur, 30 persen dari PAD itu harusnya dikembalikan lagi untuk investasi. Promosi itu bagian dari investasi kota, bukannya malah dibilang buang-buang duit, salah besar itu.


- Soal program satu tahun, apa yang sudah dilakukan, mana yang belum?


Alokasi APBD 2013 kita Rp 500 miliar. Ada 167 kegiatan, 26 persen sudah jalan. Salah satunya yang sangat sukses itu Jakarta Night Festival, Jakarnaval, Jakarta International Performing Art dan masih banyak lagi yang lainnya. Saya yakin sampai akhir tahun anggaran terserap 90 persen seperti yang Pak Gubernur instruksikan dahulu.


Acara terdekat, di Gedung Kesenian Jakarta. Nanti secara terus menerus, akan ada tim seni yang main di sana, kita memperluas aksebilitas. November besok, juga akan ada kejutan bagi warga Jakarta di GKJ. Namanya kejutan, ya tak bisa dikasih tau dulu. Pokoknya ini menyangkut gubernur.


Selain itu, kejutan juga kita sedang siapkan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Saya belum berani cerita karena ini menyangkut pihak kesiapan dari pihak ketiga. Pokoknya lihat saja.


- Apa kendala utama dalam menjalankan konsep pengembangan pariwisata dan kebudayaan di Jakarta?


Yang paling bikin senewen adalah paradigma kota pariwisata belum benar-benar disadari oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lain. Dinas-dinas di Pemprov DKI ini masih bergerak sendiri-sendiri, mereka cuma fokus dengan apa yang mereka kerjakan, tidak pikir hal di luar itu. Enggak bisa seperti itu, karena apa? Karena pariwisata hadir di setiap pembangunan.


Misalnya, kalau mau nata trotoar ya mbok yang komprehensif, yang nyaman, sehingga orang bisa jalan-jalan di sana, menjadikan hal itu jadi pariwisata. Ini yang saya bilang tadi bagaimana menciptakan lingkungan penuh titik-titik turistik. Problem utamanya memang pengorganisasian. Barang satu enggak mungkin dikerubutin banyak pihak. Pasti enggak efektif.


Saya harap ke depan ini akan direstrukturisasi organisasinya sehingga pengawasannya, penataannya akan ada perubahan menjadi lebih baik. Kita selalu menyoal Jakarta itu macet, Jakarta itu menyebalkan, Jakarta itu semerawut dan sebagainya. Tapi bayangkan ketiga digelar acara acara, pesta-pesta tersebut, orang-orang lupa dengan situasi yang ada. Itulah motivasinya sambil pemerintah menyelesaikan persoalan-persoalan itu tadi.


Ingat, pembangunan bukan semata fisik, tapi juga mental masyarakatnya. Membangun pariwisata kota memang tak mudah. Bahkan, rasanya seperti memiliki tanggung jawab di beberapa bidang, mengingat lingkungan turistik seperti yang Arie bilang, harus hadir dalam setiap pembangunan kota. Semoga, masyarakat Jakarta segera bisa melihat mimpi Arie yang mulai berkelir.


Editor : Eko Hendrawan Sofyan


Loading...

{ 0 comments... Views All / Send Comment! }

Post a Comment