SRC:www.antaranews.com
Baghdad (ANTARA News/AFP) - Pengacara Wakil Presiden Irak Tareq al-Hashemi, yang dituduh terlibat dalam terorisme, Kamis meminta sejumlah pejabat, termasuk Presiden Jalal Talabani, memberikan kesaksian dalam persidangannya.
Namun, panel tiga hakim yang menyidangkan kasus itu menolak permintaan tersebut. Setelah mendengarkan kesaksian dari lima orang yang semuanya mengatakan bahwa para pejabat Sunni mengobarkan kekerasan, hakim menunda persidangan Hashemi hingga 19 Juni.
"Mereka (pengacara) meminta Jalal Talabani, (mantan Wakil Presiden) Adel Abdel Mahdi, (kepala staf Talabani) Nasser al-Ani," dan empat anggota parlemen dari blok Iraqiya yang didukung Sunni untuk memberikan kesaksian, kata salah seorang hakim.
Panel hakim menolak permohonan itu dengan alasan pengacara tidak meminta kehadiran kelompok itu sebelum persidangan, dan karena "permintaan itu tidak secara jelas mengindikasikan hal-hal apa yang ingin mereka buktikan dari para saksi ini".
Penolakan itu merupakan yang kedua yang dialami pengacara Hashemi, setelah sebelumnya mereka mendapat penjelasan bahwa jadwal perjalanan wakil presiden merupakan bukti yang tidak relevan pada persidangan terakhir pada 20 Mei.
Saat itu pengacara kemudian menarik diri dari kasus tersebut, dan pada Kamis, mereka menghadiri sidang lagi dan tetap mengajukan permohonan tersebut.
Hashemi, yang terakhir kali diketahui berada di Turki dan kini diburu oleh Interpol, menyatakan khawatir akan keselamatannya bila berada di Baghdad. Ia diadili in absentia atas tuduhan-tuduhan yang disebutnya bermotif politis.
Dalam persidangan Kamis, hakim mendengarkan kesaksian tiga pengawal Hashemi yang mengatakan bahwa wakil presiden itu mengobarkan serangan-serangan kekerasan. Dua pejabat lain juga memberikan kesaksian serupa.
Hashemi dan sejumlah pengawalnya menghadapi sekitar 150 kasus, termasuk tuduhan membunuh enam hakim dan pejabat-pejabat tinggi lain, kata seorang juru bicara pengadilan.
"Banyak kejahatan yang dituduhkan pada Hashemi dan pengawal-pengawalnya dan pengakuan telah diperoleh mengenai mereka, termasuk pembunuhan enam hakim, sebagian besar dari Baghdad," kata juru bicara Dewan Pengadilan Tinggi Irak Abdelsattar Bayraqdar dalam sebuah pernyataan pada 30 April.
Ia mengatakan, sekitar 13 pengawal Hashemi telah dibebaskan karena kurangnya bukti dan 73 orang masih ditahan.
Irak dilanda kekerasan yang menewaskan ratusan orang dan kemelut politik sejak pasukan AS menyelesaikan penarikan dari negara itu pada 18 Desember 2011, meninggalkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan Irak.
Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki (Syiah) sejak Desember mengupayakan penangkapan Wakil Presiden Tareq al-Hashemi atas tuduhan terorisme dan berusaha memecat Deputi Perdana Menteri Saleh al-Mutlak. Keduanya adalah pemimpin Sunni.
Para ulama Sunni memperingatkan bahwa Maliki sedang mendorong perpecahan sektarian, dan pemrotes memadati jalan-jalan di Irak dengan membawa spanduk mendukung Hashemi dan mengecam pemerintah.
Para pejabat Irak mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Wakil Presiden Tareq al-Hashemi pada Senin (19/12) setelah mereka memperoleh pengakuan yang mengaitkannya dengan kegiatan teroris.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Irak Mayor Jendral Adel Daham mengatakan pada jumpa pers, pengakuan para tersangka yang diidentifikasi sebagai pengawal Hashemi mengaitkan wakil presiden tersebut dengan pembunuhan-pembunuhan dan serangan.
Surat perintah penangkapan itu ditandatangani oleh lima hakim, kata Daham.
Puluhan pengawal Hashemi, seorang pemimpin Sunni Arab, ditangkap dalam beberapa pekan setelah pengumuman itu, namun tidak jelas berapa orang yang kini ditahan.
Hashemi, yang membantah tuduhan tersebut, bersembunyi di wilayah otonomi Kurdi di Irak utara, dan para pemimpin Kurdi menolak menyerahkannya ke Baghdad.
Pemerintah Kurdi bahkan mengizinkan Hashemi melakukan lawatan regional ke Qatar, Arab Saudi dan Turki.
Presiden wilayah otonomi Kurdi Irak Massud Barzani menyerukan perundingan darurat untuk mencegah runtuhnya pemerintah persatuan nasional, dengan memperingatkan bahwa "keadaan sedang mengarah ke krisis yang dalam".
Barzani sendiri bersitegang dengan pemerintah Maliki dan menuduh PM Irak itu bergerak ke arah kediktatoran dengan "membunuh proses demokrasi" setelah ketua komisi pemilu Irak ditangkap atas tuduhan korupsi.
Pemimpin Kurdi itu menentang penjualan pesawat tempur F-16 AS kepada Irak bila Maliki masih menjadi PM, karena ia khawatir pesawat-pesawat itu akan digunakan untuk menyerang Kurdistan.
Irak akan menerima 24 dari 36 jet tempur F-16 yang dipesannya dari AS pada awal 2014, kata seorang pejabat tinggi Irak kepada Reuters, Minggu (29/4). (M014)
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment