SRC:www.antaranews.com
Aktris sekaligus sutradara film Lola Amaria (kiri) bersama Artis sinetron Dinda Kanyadewi (kanan) saat hadir dalam peluncuran film pendek yang bertajuk "Sanubari Jakarta" di Kuningan, Jakarta, Senin (9/4).(ANTARA/Agus Apriyanto)
Film indie yang mengangkat 10 kisah tentang komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender dan Interseks (LGBTI) itu berdurasi cerita masing-masing 10 menit.
Lola Amaria, produser dan sutradara salah satu cerita, mengatakan pemilihan tema tersebut bertujuan memperkenalkan kepada masyarakat bahwa ada komunitas LGBTI di tengah-tengah mereka, bukan untuk menghakimi atau membela komunitas tersebut.
"Karena ini juga edukasi, saya dan teman-teman tidak mau membuat film yang menghakimi, tetapi bercerita. Siapa sih yang mau dilahirkan berbeda, kita tidak mau mereka dibeda-bedain," kata Lola saat jumpa pers di Gedung Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI), Jakarta, Senin (9/4).
Menurut Lola, Sanubari merupakan hal yang paling mendasar, yaitu cinta. "Kita tidak mngkin hidup tanpa cinta walaupun cintanya dari sudut pandang berbeda," kata artis yang juga pernah menyutradari "Betina" (2006) dan "Minggu Pagi di Victoria Park" (2010).
Dari kata Sanubari itulah, Lola dan Fira Sofiana yang bertindak sebagai produser mengemas drama cinta dari hal yang selama ini masih dianggap tabu, yakni cinta sesama jenis.
10 kisah
Film "Sanubari Jakarta" menampilkan kumpulan cerita film pendek dari 10 sutradara muda Indonesia. Terdapat beberapa nama yang tidak asing seperti artis Dinda Kanya Dewi, Kirana Larasati, dan tentu saja Lola Amaria.
Mulai dari kisah seorang waria tua dalam cerita yang berjudul "Malam Ini Aku Cantik" karya artis Dinda Kanya Dewi, yang terpaksa menjadi waria demi mencari uang, padahal ia begitu mencintai istri dan anaknya yang tinggal di kampung.
Lalu cerita "Lumba-lumba" karya Lola Amaria yang mengangkat kisah lesbian, biseksual, dan perselingkuhan dalam rumah tangga sekaligus. Berkisah tentang seorang guru TK bernama Adinda (Dinda Kanyadewi) yang selalu mengajarkan anak muridnya tentang lumba-lumba.
Ternyata guru tersebut menjadikan lumba-lumba sebagai simbol untuk menjelaskan apa yang tidak bisa ia jelaskan, yakni menyukai sesama jenis.
Guru tersebut kemudian terlibat cinta dengan salah satu orangtua muridnya, Anggya, yang ternyata memiliki suami yang juga seorang biseksual.
Film ini ditutup oleh kisah yang manis antara Reuben dengan Mia dalam cerita "Kotak Coklat" karya Sim F. Setelah sekian lama mereka menjalin hubungan, Reuben menemukan sebuah kotak coklat yang menguak kenyataan di masa lalu, bahwa Mia adalah teman kecil Reuben yang tadinya seorang pria. Tanpa diduga, Reuben akhirnya menerima Mia yang merupakan seorang transgender.
Hal menarik lainnya dari film ini, selain diisi oleh berbagai drama cinta yang tidak biasa, pemain film "Sanubari Jakarta" juga tidak dibayar atas jasa akting mereka karena dana yang terbatas.
"Saya mau ikut terlibat dalam film ini karena visi dan misinya, juga ingin tahu bagaimana respon masyarakat setelah film ini tayang," kata aktor Reuben Elishama Hadju yang juga merupakan adik dari Shelomita itu.
Omnibus "Sanubari Jakarta" yang diproduksi oleh Yayasan Kresna Duta dan Ardhanary Institute akan tayang di bioskop mulai Kamis (12/4) dan rencananya juga akan dibawa ke Korea, San Fransisco, Belanda dan negara-negara di Asia Tenggara.
(M047)
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment